Oleh: MS Consulting
Perubahan lingkungan bisnis, seperti: regulasi, teknologi, kompetitor dan munculnya produk substitusi, membuat pelaku bisnis harus melakukan perubahan-perubahan agar bisnis yang dikelolanya tetap dapat berkompetisi dalam persaingan bisnis. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM dan tarif listrik baru-baru ini dimana pengaruhnya berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk pengusaha. Imbas dari kebijakan tersebut kadang berakibat pada penurunan keuntungan penjualan sehingga pengusaha harus melakukan penghematan dari sisi operasional. Pertanyaannya adalah bagaimana melakukan penataan ulang terhadap proses-proses operasional akibat perubahan iklim usaha tersebut?
Bagi perusahaan yang telah memiliki sistem manajemen mutu, kebijakan serta SOP yang terdokumentasi dan "up to date" maka hal tersebut bukanlah pekerjaan yang sulit. Para pemimpin perusahaan cukup mengumpulkan seluruh dokumen tersebut dan melakukan analisis terhadap kebijakan dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang berlaku di perusahaan tersebut. Tindakan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dapat dilakukan pada proses-proses yang dianggap perlu dengan mengubah SOP yang berlaku untuk disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis internal dan eksternal.
Bagaimana dengan perusahaan yang belum memiliki kebijakan dan SOP yang terdokumentasi? Prosesnya tentu akan menjadi lebih sulit, sebab para pimpinan perusahaan harus mengumpulkan satu per satu bawahannya, melakukan diskusi dan membandingkan masukan-masukan yang beragam dari bawahannya yang kadang membingungkan karena masukan yang satu kadang bertentangan dengan yang lainnya. Hal ini kerap terjadi karena proses yang ada belum standar/baku sehingga sering bawahan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap proses kerja atau hanya mengikuti instruksi lisan dari atasannya saja.
Perubahan lingkungan bisnis, seperti: regulasi, teknologi, kompetitor dan munculnya produk substitusi, membuat pelaku bisnis harus melakukan perubahan-perubahan agar bisnis yang dikelolanya tetap dapat berkompetisi dalam persaingan bisnis. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM dan tarif listrik baru-baru ini dimana pengaruhnya berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk pengusaha. Imbas dari kebijakan tersebut kadang berakibat pada penurunan keuntungan penjualan sehingga pengusaha harus melakukan penghematan dari sisi operasional. Pertanyaannya adalah bagaimana melakukan penataan ulang terhadap proses-proses operasional akibat perubahan iklim usaha tersebut?
Bagi perusahaan yang telah memiliki sistem manajemen mutu, kebijakan serta SOP yang terdokumentasi dan "up to date" maka hal tersebut bukanlah pekerjaan yang sulit. Para pemimpin perusahaan cukup mengumpulkan seluruh dokumen tersebut dan melakukan analisis terhadap kebijakan dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang berlaku di perusahaan tersebut. Tindakan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dapat dilakukan pada proses-proses yang dianggap perlu dengan mengubah SOP yang berlaku untuk disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis internal dan eksternal.
Bagaimana dengan perusahaan yang belum memiliki kebijakan dan SOP yang terdokumentasi? Prosesnya tentu akan menjadi lebih sulit, sebab para pimpinan perusahaan harus mengumpulkan satu per satu bawahannya, melakukan diskusi dan membandingkan masukan-masukan yang beragam dari bawahannya yang kadang membingungkan karena masukan yang satu kadang bertentangan dengan yang lainnya. Hal ini kerap terjadi karena proses yang ada belum standar/baku sehingga sering bawahan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap proses kerja atau hanya mengikuti instruksi lisan dari atasannya saja.